Tampilkan postingan dengan label Sya’ad Afifuddin. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sya’ad Afifuddin. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 01 Mei 2010

ANALISIS DETERMINAN YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI INDUSTRI MARGARIN PROVINSI SUMATERA UTARA


ANALISIS DETERMINAN YANG MEMPENGARUHI
PRODUKSI INDUSTRI MARGARIN
PROVINSI SUMATERA UTARA

Sya’ad Afifuddin

Abstrak : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik industri Margarin di Sumatera Utara dan menganalisis determinan yang mempengaruhi produksi Industri Margarin di Propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan metode ordinary least square (OLS) yaitu dengan Regresi berganda, tingkat signifikansi yang digunakan untuk uji statistik bagi hipotesis ditetapkan sebesar 5 %, sehingga α = 0,05, menggunakan perangkat lunak komputer SPSS versi 12. Data yang digunakan adalah data sekunder dengan kurun waktu tahun 1985-2003. Hasil penelitian, gambaran profil/karakteristik Industri Margarin di Propinsi Sumatera Utara ada sebanyak 3 industri dengan kapasitas terpasang 8.440.ton/tahun. Dari sisi lain ditemukan bahwa : Bahan baku, Investasi, Kapasitas produksi dan Teknologi berpengaruh signifikan Terhadap Produksi Industri Margarin.

Kata kunci : produksi margarin, bahan baku, kapasitas produksi, investasi, teknologi


PENDAHULUAN
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) berasal dari hutan tropika Afrika Barat. Tanaman Kelapa Sawit merupakan salah satu sumber minyak nabati, telah menjadi komoditas pertanian utama dan unggulan di Indonesia, baik sebagai sumber pendapatan bagi petani, sebagai sumber devisa negara, penyedia lapangan kerja, maupun sebagai pemicu dan pemacu pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru, serta sebagai pendorong tumbuh dan berkembangnya industri hilir (produk turunan) berbasis minyak kelapa sawit (CPO) di Indonesia (Julius : 2006, Sinar : 2006, Afifuddin : 2002, Akbar : 2006).
Produk turunan CPO saat ini masih didominasi industri produk pangan jadi. Melalui berbagai proses, seperti fraksinasi, rafinasi, hidrogenasi, deodorasi, interesterifikasi, dan pemurnian, CPO dapat diolah menjadi minyak goreng, margarin, Cocoa butter substitute (CBS), Es krim, dan lain - lain. CPO juga bisa menghasilkan produk unggulan eksport dengan nilai tambah yang lebih tinggi seperti industri Oleochemicals, CPO lebih lanjut dapat diolah menjadi produk farmasi, kosmetika, plastik, minyak pelumas, dan sumber energi alternatif untuk bahan bakar diesel.
Diversifikasi produk hilir minyak sawit dan minyak inti sawit dapat dikelompokkan menjadi produk pangan sejumlah 90% dan produk-produk non pangan sejumlah 10% berupa produk-produk sabun dan oleokimia. Penggunaan terbesar minyak sawit adalah untuk minyak goreng yaitu sekitar 71% sedangkan bila digabung dengan margarin/shortening menjadi sekitar 75%. Sisanya (sekitar 25%) dugunakan dalam bentuk sabun, oleo kimia dan bentuk-bentuk lainnya.

Tabel 1. Pangsa Konsumsi Minyak Sawit di Indonesia
Tahun Pangsa Bentuk Konsumsi (%)
Minyak Goreng Margarin/ Shortening Sabun Oleokimia Lain-lain
1991 72,5 4,3 6,5 16,0 0,7
1992 71,0 3,5 5,4 13,7 6,4
1993 72,2 4,0 5,8 15,5 2,5
1994 70,5 3,8 5,3 16,5 3,9
1995 70,2 3,6 5,0 16,6 4,6
1996 70,0 3,5 4,7 16,6 5,2
Rata-rata 70,9 3,8 5,4 15,8 4,1
Sumber : Saragih,1998
Kecenderungan yang ada memperlihatkan adanya kenaikan share/pangsa industri oleokimia. Berbagai produk oleokimia (Gambar 1) banyak diperlukan oleh berbagai industri; khususnya industri pangan, farmasi, personal care dan toiletry (Tabel 2).

















Sumber: Riset Unggulan Strategis Nasional (RUSNAS, 2001-2005)

Dengan demikian terlihat bahwa pengembangan industri hilir; dengan program strategis diversifikasi produk akan terlihat memperbesar peluang pemanfaatan, mengkreasikan permintaan dan memper kuat posisi industri sawit secara keseluru han.
Pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) tersebar dibeberapa Kabupaten yaitu ; Kabupaten Langkat, Labuhan Batu, Deli Serdang, Asahan, dan Madina. Disamping Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Propinsi Sumatera Utara, masih terdapat beberapa perusahaan yang mengelola industri hilir mengolah minyak CPO menjadi minyak goreng, sabun, mentega dan oleochemical (Pempropsu,2002).
Dari data dan laporan yang diperoleh bahwa produksi PKS berupa CPO dan Inti Sawit sebagian besar diolah ke pabrik industri Hilir Group Perusahaan Perkebunan yang berada di pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Industri Hilir CPO di Pulau Jawa berada di Surabaya (Best Group), Semarang dan Jakarta (Astra Group), Industri Hilir CPO di Pulau Sumatera berada di Lampung, Palembang, Pekanbaru dan Medan/Belawan (Sinar Mas Group, Asam Jawa Group, Salim Group dan RGM/Raja Garuda Mas).

Tabel 2. Berbagai Aplikasi Oleokimia pada Industri Kimia

Jenis Oleokimia Aplikasi pada Industri Kimia
Asam lemak
Dan turunannya
Plastic; metal soaps, washing and cleaning agents, soaps; cosmetics; alkyd resins; dyestaffs; textile; leather and paper industries; rubbers; lubricants.
Metil ester asam lemak Cosmetics; washing and cleaning agents
Gliserol dan turunannya
Cosmetics; toothpastes; pharmaceuticals; foodstuffs; lacquers; plastics; synthetic resins; tobacco; explosives; cellulose processing
Fatty alcohols
Dan turunannya Washing and cleaning agents; cosmetics; textile, leather and paper industries; mineral oil additives
Fatty amines dan
Turunannya Fabric conditioners; mining; road making; biocides; textile and fiber industries; mineral oil additives
Drying oils lacquers; dyestuffs; varnishes; linoleum.
Lemak dan turunannya Soaps
Sumber : Riset Unggulan Strategis Nasional (RUSNAS, 2001-2005)

Salah satu persyaratan minimal untuk membangun 1 (satu) unit Industri Hilir CPO yang menghasilkan barang jadi (minyak goreng/makan, mentega/margarin dan produk turunan lainnya) apabila telah ada/tersedia kebun kelapa kelapa sawit yang sudah menghasilkan TBS/berproduksi secara optimal seluas 150.000-200.000 Ha. (http://www.kalteng.go.id/INDO/ Kab_kota. htm)
Potensi produksi kelapa sawit Indonesia hingga kini belum digarap maksimal karena kurangnya SDM yang terampil dan profesional. "Akibatnya kendati areal perkebunan komoditas itu dalam lima tahun tergolong pesat, Indonesia masih kalah dari Malaysia," (http://www. petrokimia-gresik.com)

Tabel 3. Perkembangan Produk Turunan CPO di Sumatera Utara
Tahun 2002-2003
Tahun Produk Turunan (Ton)
Minyak Goreng Sabun Margarin
2002 1.042.304 218.883.80 31.269.12
2003 1.074.424 230.806.40 33.307.14
Sumber : BPS-Sumatera Utara 2002-2004

Tabel 3 menunjukkan bahwa perkembangan produk turunan CPO di Sumatera Utara tahun 2002-2003 pada dasarnya menunjukkan peningkatan yang cukup berarti. Hal ini dapat dilihat dengan tingkat pertumbuhan minyak goreng sebesar 3,08% per tahun, sabun 5,45% per tahun dan margarin 6,52% per tahun.

Tabel 4. Produsen Industri Margarin Indonesia
No Provinsi Perusahaan
Industri Margarin
( PIM ) Kapasitas
Produksi
(ton/thn)
( K P )
1 DKI Jakarta 6 230.700
2 Jawa Barat 3 31.700
3 Jawa Timur 3 85.500
4 Jawa Tengah 1 900
5 Sumatera Utara 3 8.440
6 Sumatera Barat 1 660
Total 17 357.900
Sumber : PT CIC, 2004 disesuaikan

Dari tabel 4 menunjukan bahwa terdapat 17 industri margarin Indonesia dengan total kapasitas produksi 357.900 ton pertahun. Industri margarin tersebar pada 6 provinsi yakni, DKI Jakarta 6 perusahaan industri margarin (PIM) dengan kapasitas produksi (KP) sebesar 230.700 ton pertahun. Jawa Barat 3 PIM dengan 31.700 KP. Jawa Timur 3 PIM dengan KP sebesar 85.500 ton pertahun. Jawa Tengah 1 PIM dengan KP sebesar 900 ton pertahun. Sumatera Utara memiliki 3 PIM dengan KP sebesar 8.440 ton pertahun. Sedangkan Sumatera Barat memiliki 1 PIM dengan KP 660 ton pertahun.
Perumusan masalah penelitian ini adalah bagaimanakah karakteristik Industri Margarin di Propinsi Sumatera Utara? Apakah jumlah bahan baku, investasi, kapasitas produksi dan teknologi berpengaruh terhadap produksi Margarin ? Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana karakteristik Industri Margarin di Propinsi Sumatera Utara dan untuk meng etahui pengaruh jumlah bahan baku, investasi, kapasitas produksi dan teknologi terhadap produksi Industri Margarin di Propinsi Sumatera Utara.

METODE
Objek penelitian adalah industri margarin di Provinsi Sumatera Utara. Data sekunder meliputi kurun waktu 1985-2003 yang digunakan dalam analisis, diperoleh dari kantor BPS, Deperindag Sumatera Utara dan Instansi lainnya yang terkait. Metode analisis untuk menganalisa profil/karakteristik Industri margarin dianalisa secara deskriptif. Analisis determinan produksi margarin, mengguna kan regresi berganda, dengan model sebagai berikut :

Model Produksi Industri Margarin.
= f(X1, X2, X3, X4) …... (1)
Persamaan 1 ditranfer menjadi bentuk linier dalam log:
= 0+X11+X22+X33+X44 x4 + μ ...............(2)
Model Persamaan yang di bentuk ditransformasi kedalam bentuk Ln, sehingga bentuk persamaan tersebut menjadi :
Ln Y= Ln o +1Ln X1+2Ln X2 +3Ln X3
+ X44 x4 + μ .......................................(3)
Di mana :
Y = Produksi Industri Margarin (Ton/tahun)
o = Intercept
1-4 = Koefisien Regresi
μ = Error term
X1 = Bahan Baku CPO (Ton/tahun)
X2 = Investasi (Rp/tahun)
X3 = Kapasitas Produksi (Ton/tahun)
X4 = trend waktu proxi kepada Teknologi

Definisi Operasional.
- Produksi Industri Margarin: jumlah produksi margarin sumut (ton)
- Bahan Baku : bahan baku berupa CPO dalam rangka menghasilkan produk margarin (Ton)
- Investasi: dana yang dikeluarkan untuk membiayai operasional usaha untuk kelangsungan hidup usaha, melalui kemampuannya dalam mendatangkan keuntungan. (Rp/Tahun)
- Kapasitas produksi : kemampuan suatu pabrik/industri dalam rangka menghasil kan output dengan menggunakan mesin (Ton/Tahun)
- Teknologi: penggunaan yang efisien dari ilmu (sains), ketrampilan, pengalaman, seni dan bahan dalam rangka menghasilkan komoditi. (Trend Waktu disesuaikan dengan Tahun).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi Margarin

Tabel 5. Estimasi Produksi Margarin
Variabel Model Sig (p)
Koefisien Regresi t –hitung
Konstanta -5,25 -5,5 0,000
Bahan Baku 0,26 2,5** 0,026
Investasi 0,34 7,5** 0,000

Kapasitas Produksi 0,29 2,8** 0,014
Teknologi 0,18 3,3** 0,005
t –tabel 1,76
F-tabel 2,96
R2 0,99
F-hitung 1493,1
D/W 2,1
** =signifikan pengujian α = 5% (1,76)

Berdasarkan Tabel 5 diperoleh hasil uji statistik secara serentak dengan hasil sebagai berikut :

Uji Statistik Secara Partial

a. Bahan Baku
Variabel Bahan Baku memberi kan pengaruh yang signifikan pada pengujian α =5% terhadap Produksi Margarin, di mana nilai t-stat lebih besar dari t-tab (t-stat > t-tab); 2,5> 1,76. Koefisien regresi 0,26 artinya secara statistik setiap peningkatan pemakaian bahan baku 1% akan meningkatkan Produksi Margarin 0,26 %.

b. Investasi
Variabel Investasi berpengaruh signifikan pada pengujian α =5% terhadap produksi Margarin, di mana nilai t-stat lebih besar dari t-tab (t-stat > t-tab); 7,5 > 1,76. Koefisien regresi 0,34 berarti secara statistik setiap peningkat an investasi 1% akan meningkatkan Produksi Margarin 0,34%.

c. Kapasitas Produksi
Variabel kapasitas produksi memberikan pengaruh yang signifikan pada pengujian α =5% terhadap Produksi Margarin, di mana nilai t-stat lebih besar dari t-tab (t-stat > t-tab); 2,8 > 1,76. Koefisien regresi 0,29 pada variabel kapasitas produksi artinya, secara statistik setiap peningkatan kapasitas produksi sebesar 1% akan meningkatkan Produksi Industri Margarin sebesar 0,29%. Hal ini dapat terjadi karena jika kapasitas mesin industri terpasang memiliki kemampuan dengan kapasitas tinggi dapat beroperasi dengan waktu kerja yang tinggi dan produksi yang tinggi (besar).

d. Teknologi
Variabel teknologi memberikan pengaruh yang signifikan pada pengujian α =5% terhadap Produksi Margarin, di mana nilai t-stat lebih besar dari t-tab (t-stat > t-tab); 1,79 > 1,76, artinya secara statistik keberadaan faktor teknologi berpengaruh secara signifikan terhadap Produksi Margarin.

Uji secara Serentak
Berdasarkan Nilai F-tab dan F-hit diperoleh F-hit>F-tab; 1493,1 > 2,71, artinya secara serentak variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap Produksi Margarin. Secara serentak variabel bebas meliputi; (1).Bahan Baku, (2).Investasi, (3). Kapasitas Produksi dan (4). Teknologi, dapat menjelaskan variasi perubahan yang terjadi pada variabel produksi Margarin sebesar 99,%, hal ini ditunjukkan oleh nilai R-Square sebesar 0,99.

KESIMPULAN
1. Industri Margarin di Propinsi Sumatera utara ada sebanyak 3 industri dengan kapasitas terpasang 8.440.ton/tahun.
2. Variabel jumlah bahan baku, investasi, kapasitas produksi dan teknologi berpengaruh signifikan terhadap tingkat produksi Industri Margarin.

SARAN
1. Pemerintah harus efektif dalam mengambil kebijakan dalam menjamin ketersediaan CPO baik jangka pendek maupun jangka panjang untuk keperluan industri margarin dalam negeri untuk menghindari gejolak harga dan ketersediaan pasokan margarin dan senantiasa menjaga keefisiensian kapasitas produksi industri yang telah dibangun oleh investor dari dalam maupun luar negeri.
2. Dalam jangka panjang instrumen kebijakan pemerintah hendaknya berorientasi ekspor produk turunan CPO (margarin) dalam meningkatkan perolehan devisa negara melalui ekspor margarin dan Pemerintah hendaknya memberikan perhatian penuh dalam mengatur sistem tata niaga industri ini. Produsen Industri margarin hendaknya menjaga mutu agar mempunyai daya saing yang tinggi di pasar domestik dan di pasar internasional dalam rangka meningkatkan keunggulan komparatif (Comparative Advantage ).















































DAFTAR PUSTAKA


Afifuddin S, et. al, 1994, An Econometric Analysis of the Indonesian Palm Oil Industry, The International Journal of Oil Palm Reseach and Developmant, ELAEIS, Volume 6 No. 1 June Malaysia.

Afifuddin S, (2002), Pengaruh Faktor Permintaan Dalam Negeri dan Luar Negeri Minyak Kelapa Sawit Terhadap Luas Lahan Kelapa Sawit Di Sumatera Utara, Disertasi, Pasca Sarjana Universitas, Airlangga, Surabaya.

Ginting Julius E. 2006, Pengaruh Industri Produk Turunan CPO terhadap Pengembangan Wilayah di Sumatera Utara, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Siregar M Akbar, et. al, 2006, Permintaan CPO Indonesia oleh Jerman dan Belanda, Jurnal Mepa Ekonomi, Magister Ilmu Ekonomi. Sekolah Pasca Sarjana,USU, Medan, Vol I, No 3 September.

Kesuma Sinar Indra, (2006), Pengaruh Pasar CPO Terhadap Pengembangan Wilayah Di Sumatera Utara, Sekolah Pasca Sarjana, USU, Medan.

ANALISIS PENGARUH INTERVENSI BANK INDONESIA DALAM MENSTABILKAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA UTARA


ANALISIS PENGARUH INTERVENSI BANK INDONESIA DALAM
MENSTABILKAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA UTARA

Defyanti Bakara, Sya’ad Afifuddin

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh intervensi Bank Indonesia dalam menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. Metode dan Analisis menggunakan struktural Equation Modeling (SEM) dengan Analisis jalur (Path Analysis) dan Ordinary Least Square (OLS) model studi menggunakan Rekursif Model digunakan dengan satu variabel intervening (intervening variabel) yakni Nilai Tukar Rupiah (kurs) Untuk menganalisis Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara (PDRB) sebagai variabel terikat, dengan variabel suku bunga SBI dan giro sebagai wajib minimum variabel bebas. Hasil studi menunjukkan bahwa suku bunga SBI dan giro wajib minimum berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai tukar rupiah. Nilai tukar rupiah berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara. Dari sisi lain pengaruh suku bunga SBI melalui variabel intervening (nilai tukar rupiah) terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara adalah negatif dan signifikan. Sedangkan giro wajib minimum melalui variabel intervening yakni nilai tukar rupiah pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara adalah negatif dan signifikan. Hasil pengolahan data (analisis) menggunakan analisis jalur dan OLS (AMOS) dan (SPSS) memberikan hasil uji statistik yang sama.

Kata kunci : Nilai tukar rupiah, suku bunga SBI, pertumbuhan ekonomi, giro wajib minimum, analisis jalur, regresi, pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung.


PENDAHULUAN
Bank Indonesia merupakan badan hukum yang berstatus sebagai Bank Sentral Republik Indonesia bertujuan untuk menjaga dan memelihara kestabilan nilai tukar Rupiah. Tujuan ini tertuang dalam UU RI No. 23 Tahun 1999 Bab III pasal 17, bahwa nilai tukar rupiah perlu dijaga dan dipelihara mengingat dampak yang ditimbulkan sangatlah luas apabila suatu mata uang tidak stabil. Seperti, krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 memberikan dampak yang luas terhadap perekonomian nasional, antara lain kenaikan harga barang-barang dan jasa, kenaikan laju inflasi, meningkatnya jumlah pengangguran, menurunnya pertumbuhan ekonomi, dan sebagianya. Faktor pengaruh utama yang menyebabkan rusaknya tatanan ekonomi dan yang turut mempengaruhi keadaan moneter dalam negeri tersebut adalah melemahnya nilai tukar Rupiah sebagai dampak dari jatuhnya nilai mata uang Bath-Thailand.
Untuk mencapai tujuannya tersebut, Bank Indonesia melakukan beberapa intervensi. Intervensi nilai tukar Rupiah merupakan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan, ditetapkan dan dilaksanakan oleh Bank Indonesia untuk menstabilkan nilai Rupiah. Intervensi yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah dengan melaksanakan kebijakan moneter.
Kebijakan moneter yaitu suatu upaya yang dilakukan Bank Sentral untuk mengawasi jumlah penawaran uang dalam masyarakat yang bertujuan mengendalikan atau mengarahkan perekonomian makro ke kondisi yang diinginkan atau yang lebih baik, melalui beberapa instrumen, antara lain (P. Rahardja, 2001 : 360):
1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
2. Tingkat Diskonto (Rediscount Requerment)
3. Giro Wajib Minimum (Reserve Requirement)
4. Imbauan Moral (Moral Persuasion)
Tahun 1997 nilai tukar Rupiah sebesar Rp. 2.430 setelah di tahun 1996 berada pada Rp. 2.383, dan sampai akhir tahun 1997 nilai Rupiah belum stabil yang menyulitkan seluruh aktivitas perekonomian. Memasuki tahun 1998 kondisi perekonomian Indonesia semakin buruk, nilai tukar Rupiah mengalami depresi hampir mencapai 80 %. Kondisi ini mengakibatkan laju pertumbuhan ekonomi berada pada – 13,13 % (Tambunan, 1998). Hal ini telah mengakibatkan sebagai masyarakat kehilangan pekerjaan dan pendapatan, serta secara langsung meningkatkan jumlah penduduk miskin yang tidak mampu menjangkau kebutuhan pokoknya.
Statistik ekonomi-keungan Bank Indonesia tahun 2000 menunjukkan, bahwa. Bank Indonesia menaikkan suku bunga SBI. Secara bertahap, bulan Maret 1998 suku bunga SBI dinaikkan menjadi 45 %, kenaikkan itu terus berlanjut sampai mencapai 70,3 %. Kebijakan ini memberikan hasil yang cukup maksimal, dimana kurs Rupiah menguat dari Rp. 10.375, pada bulan Januari 1998 menjadi Rp. 8.325 per US $ pada akhir Maret 1998, walaupun nilai tukar Rupiah mengalami fruktuasi akibat dari pengaruh non ekonomi yang tidak bisa diramalkan.
Peranan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral atau sering disebutkan dengan ”Bank to Bank” dalam pembangunan sangat penting dan dibutuhkan keberadaannya. Tugas-tugas Bank Indonesia sebagai ”Bank to Bank” adalah mengatur, mengkoordinir, mengawasi serta memberikan tindakan kepada dunia perbankan. Bank Indonesia juga mengurus dana yang dihimpun dari masyarakat agar disalurkan kembali ke masyarakat secara efektif dalam penggunaannya sesuai dengan tujuan pembangunan (Kasmir, 2002 : 168).
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara 1998 – 2002 berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional, kecuali tahun 2000. Dimana pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 4,48 %. Sumatera Utara sedikit di bawahnya yaitu sebesar 4,83 %. Pada tahun 2002, tumbuh sebesar 4,12 % lebih tinggi dari tahun sebelumnya yaitu 3,65 % dan juga di atas pertumbuhan ekonomi nasional yaitu sebesar 3,66 %. Pada itu nilai tukar rupiah menguat pada Rp. 8.940. Walaupun terjadi pertumbuhan yang lamban, namun jauh lebih baik bila dibandingkan pada masa puncak krisis ekonomi di tahun 1998 yang sempat mencapai pertumbuhan -10,90 % (Technical Report BPS Sumatera Utara, 2002 : 4).
PDRB Sumatera Utara 1983 – 1996 masih bersifat agraris dengan dominan sektor pertanian sekitar 32, 68 % sektor industri sebesar 13,42 %. Tahun 1994 kecenderungan ini sudah. Sektor industri menggeser sektor pertanian diurutkan pertama tahun 1999 peranan industri pengolahan dalam perekonomian kembali diambil alih oleh sektor pertanian, terutama pada saat terjadinya krisis ekonomi.
Kondisi ekonomi (moneter) dan politik yang terjadi di dalam negeri maupun pengaruh dari luar negeri, akan sangat mempengaruhi kestabilan otoritas moneter dalam mengeluarkan, kebijakan (intervensi) agar nilai tukar rupiah berada dalam posisi yang wajar. Hal ini dikarenakan jika terjadi krisis nilai tukar Rupiah maka akan meyebabkan kebijakan-kebijakan (intervensi) agar nilai tukar rupiah maka akan menyebabkan terganggunya fungsi intermediasi dari perbankan dan banyak bank menjadi involving. Akibatnya, menurunnya kepercayaan masyrakat terhadap perbankan dan terhentinya sumber pembiayaan bagi perusahaan-perusahaan sehingga menyebabkan berkurangnya kegiatan produksi serta menurunnya laju pertumbuhan ekonomi.
Oleh karena itu, perlu kiranya dilakukan penelitian untuk menganalisis intervensi Bank Indonesia dalam menstabilkan nilai tukar Rupiah selama ini cukup efektif atau sebaliknya, dan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Intervensi Bank Indonesia dalam menstabilkan nilai tukar Rupiah terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara.
PERUMUSAN MASALAH
1. Apakah terdapat pengaruh intervensi Bank Indonesia (suku bunga SBI, Giro Wajib Minimum) terhadap nilai tukar Rupiah ?
2. Apakah terdapat pengaruh nilai tukar rupiah terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara ?
HIPOTESIS
1. Intervensi Bank Indonesia berpengaruh terhadap nilai tukar Rupiah ;
- Suku bunga SBI berpengaruh terhadap nilai tukar Rupiah
- Giro Wajib Minimum berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah
2. Nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara.

TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengaruh intervensi Bank Indonesia (suku bunga SBI, Giro Wajib Minimum) terhadap nilai tukar rupiah)
2. Untuk mengetahui pengaruh nilai tukar Rupiah terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara.

MANFAAT
1. Hasil studi ini diharapkan mampu memberikan konstribusi bagi penambahan wawasan dan ilmu pengetahuan.
2. Bagi pihak perbankan, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan yang sifatnya praktis dalam pengambilan kebijakan sehubungan dengan intervensi Bank Indonesia dalam menstabilkan nilai tukar rupiah yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara.

METODE
Metode penelitian yaitu kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan melalui bahan-bahan kepustakaan berupa tulisan-tulisan ilmiah, laporan-laporan penelitian ilmiah yang ada relevansinya dengan topik penelitian ini. Dari sini diperoleh data-data sekunder melalui lapran tahunan atau laporan bulanan yang telah diolah dan diterbitkan oleh BI cabang Medan dan PBS provinsi Sumatera Utara.
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah dengan melakukan pencatatan langsung data nilai tukar Rupiah, suku bunga SBI, Giro Wajib Minimum dan Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara dalam bentuk time series bulanan mulai Oktober 2001 sampai dengan Desember 2003 = 27 observasi.

MODEL
1. Untuk menganalisis pengaruh variabel intervensi BI (suku bunga SBI, Giro Wajib Minimum) terhadap nilai tukar Rupiah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara adalah dengan menggunakan Analisis Jalur (AMOS) Analisis Jalur merupakan suatu metode statistik untuk melihat pengaruh langsung dan tidak langsung dari variabel bebas terhadap variabel terikat.
Adapun model persamaannya sebagai berikut :




Dimana :

Y1 = Nilai tukar rupiah (Rp/US $)
Y2 = PDRB Sumatera Utara (milyar Rp)
X1 = Suku bunga SBI (%)
X2 = Giro Wajib Minimum (%)
α 0 = Intercept
β1, β2, β3 = Koefisien
μ = Term of error








Gambar 1 : Skema Model Pengaruh Intervensi Bank Indonesia Dalam Menstabilkan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara

Keterangan :
Y1 = Nilai tukar Rupiah (Rp/US $)
Y2 = PDRB Sumatera Utara (Milyar Rp)
X1 = Suku Bunga SBI ( % )
X2 = Giro Wajib Miniumum ( % )


PENGUJIAN HIPOTESIS

 Uji Asumsi dan Model
Sejalan dengan metode digunakan yaitu Analisis Jalur (Path Analysis) yang menyaratkan beberapa asumsi, maka dalam hal ini juga dilaksanakan uji asumsi. Pada langkah ini akan dilakukan evaluasi terhadap penyesuaian model, melalui telaah terhadap berbagai Criteria Goodness- of – fit

 Defenisi Variabel Operasional
1. Variabel bebas (independent variabel) adalah nilai tukar rupiah, suku bunga SBI, Giro Wajib Minimum yang disimbolkan dengan Y1, X1 dan X2.
2. Variabel terikat (Dependent Variabel) adalah Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara, dan disimbolkan dengan Y2.
3. Variabel antara (Intervening Variable) adalah nilai tukar rupiah (Y1)

DEFENISI VARIABEL
1. Nikai tukar Rupaih (Y1) merupakan harga mata uang Rupiah dibandingkan dengan mata uang dollar Amerika Serikat (Rp/US $)
2. Pertumbuhan Ekonomi (Y2) merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. (PDRB Sumut dalam Rp)
3. Suku bunga SBI (X1) merupakan tingkat suku bunga yang dibentuk dari penjualan atau pembelian surat-surat berharga milik pemerintah (Sertifikat Bank Indonesia) dalam %.
4. Giro Wajib Minimum (X2) merupakan kebijakan yang mengatur besarnya tingkat cadangan minimal bank, yang secara tidak langsung juga mengatur besarnya kelebihan cadangan yang dapat disalurkan dalam bentuk kredit ke masyarakat.

Hasil Studi
Dalam Analisis Jalur dapat dilihat pengaruh intervensi Bank Indonesia, yaitu suku bunga SBI (X1) dan Giro Wajib Minimum (S2) terhadap nilai tukar rupiah (Y1), serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi (Y2). Jadi, nilai tukar rupiah menjadi intervening variabel antara suku bunga SBI, Giro Wajib Minimum terhadap pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara.

PEMBAHASAN
TABEL 1. REGRESSION WEIGHT MEANSUREMENT INTERVENSI BANK INDONESIA DALAM MENSTABILKAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA UTARA

No Regression Weight Estimate Standard Error C.R.
1 LY1LX1 0,099 0,014 6,841
2 LY1 LX2 0,258 0,022 11,848
3 LY2  LY1 2,568 1,282 2,003
4 LY2  LX1 -0,27 0,158 -1,712
5 LY2  LX2 -0,95 0,36 -2,639
Sumber : Bakara Defyanti (2005 : 71)
a. Pengaruh suku bunga SBI (X1) terhadap nilai tukar rupiah (Y1)
Tabel 1 menunjukkan bahwa suku bunga SBI (LX1¬) mempunyai pengaruh positif terhadap nilai tukar rupiah (L Y1). Nilai Refression Waithts sebesar 0,099 dan nilai C.R = 6,84.
b. Pengaruh Giro Wajib Minimum (X2) terhadap nulai tukar rupiah (Y1)
Table 1 menunjukkan bahwa Giro Wajib Minimum (LX2) mempunyai pengaruh positif terhadap nilai tukar rupiah (L Y1). Nilai Refression Waights sebesar 0.258 dan nilai C.R = 11,85.
c. Pengaruh nilai tukar rupiah (Y1) terhadap pertumbuhan ekonomi (Y2)
Table 1 menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah (L Y1) mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara (L Y2). Nilai Refression Waights sebesar 2,568 dan nilai C.R = 2,00.
d. Pengaruh suku bunga SBI (X1) terhadap pertumbuhan ekonomi (Y2)
Table 1 menunjukkan bahwa Suku Bunga SBI (X L1) mempunyai pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara (LY2). Nilai Refression Waights sebesar -0,270 dan nilai C.R = -1,71
e. Pengaruh Giro Wajib Minimum (X2) terhadap pertumbuhan ekonomi (Y2).
Table 1 menunjukkan bahwa Giro Wajib Minimum (LX2) mempunyai pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara (L Y2). Nilai Refression Waights sebesar -0,950 dan nilai C.R = -2,64.

TABEL 2. KOEFISIEN JALUR INTERVENSI BANK INDONESIA DALAM MENSTABILKAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA UTARA

No Jalur Koefisien Jalur C R Keterangan
1 LY1LX1 0,47 6,84 Signifikan
2 LY1 LX2 0,81 11,85 Signifikan
3 LY2 LY1 0,98 2,01 Signifikan
4 LY2 LX1 -0,49 -1,71 Signifikan
5 LY2 LX2 -1,14 -2,64 Signifikan
Sumber : Bakara Defyanti (2005 : 72)
Analisis Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung
Analisis berikut ini digunakan untuk mengetahui kekuatan pengaruh faktor baik pengaruh langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung merupakan koefisien dari semua garis koefisien dengan anak panah satu ujung atau sering disebut dengan koefisien jalur.
Pengaruh tidak langsung adalah pengaruh yang diakibatkan oleh variabel antara pengujian terhadap pengaruh langsung dan tidak langsung dari setiap faktor ditunjukkan pada tabel 3 berikut ini :
TABEL 3. PENGARUH LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG INTERVENSI BANK INDONESIA DALAM MENSTABILKAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA UTARA

STANDARDIZED DIRECT EFFECT
LX1 LX2 LY1
LY1 0,47 0,81 0,00
LY2 -0,49 -1,14 0,98
STANDARDIZED INDIRECT EFFECT
LX1 LX2 LY1
LY1 0,00 0,00 0,00
LY2 0,46 0,79 0,00
Sumber : Bakara Defyanti (2005 : 73)
Tabel 3 menunjukkan bahwa pengaruh langsung suku bunga SBI (LX1) terhadap nilai tukar rupiah (LY1) adalah sebesar 47 %. Pengaruh langsung Giro Wajib Minimum (LX2) terhadap nilai tukar Rupiah (LY1) adalah sebesar 81 %. Pengaruh nilai tukar rupiah (LY1) terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara (LY2¬) adalah 98 %. Pengaruh langsung suku bunga SBI (LX1) terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara (LY2) sebesar -49 % dan pengaruh langsung Giro Wajib Minimum (LX2) terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara (LY2) sebesar -114,3 %.
Tabel 3 menunjukkan bahwa pengaruh tidak langsung suku bunga SBI (LX1) melalui variabel intervening nilai tukar rupiah (LY1) terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara (LX2) melalui variabel intervening nilai tukar rupiah (LY1) terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara (LY2) adalah sebesar 79 %.
Hasil pengolahan data pengaruh Intervensi Bank Indonesia dalam menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara melalui Analisis Jalur (AMOS), dapat dibandingkan dengan melakukan pengolahan data melalui Analisis Regresi Linier dengan menggunakan software SPSS 11.0. Adapun hasi regresi pengolahan data tersebut adalah tampak pada tabel 4 berikut ini :

TABEL 4. HASIL ANALISIS REGRESI LINIER

No Ket Regr. Coeficient t-statistic R. Square
1 X1  Y1 0,959 5,71 0,90
2 X2 Y1 0,258 10,18
3 Y1 Y2 2,575 1,93 0,25
4 X1 Y2 -0,264 -1,56
5 X2 Y2 -0,953 -2,49
Sumber : Bakara Defyanti (2005 : 74)
1. Suku bunga SBI (X1) berpengaruh positif terhadap nilai tukar rupiah (Y1). Hal ini terlihat dari koefisiennya sebesar 0,959.
2. Giro Wajib Minimum (X2) berpengaruh positif terhadap nilai tukar rupiah (Y1). Hal ini terlihat dari koefisiennya sebesar 0,258.
3. Ukuran Goodness of Fit (R2) pengaruh suku bunga SBI (X1) dan GWM (X2) terhadap nilai tukar rupiah (Y1) adalah sebesar 0,904 atau R2 = 90,4 %. Artinya variabel suku bunga SBI (X1), GWM (X2) mampu memberikan penjelasan variasi nilai tukar rupiah (Y1) sebesar 90,4 %.
4. Nilai tukar rupiah (Y1) berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara (Y2). Hal ini terlihat dari koefisiennya sebesar 2,575. Artinya, apabila nilai tukar rupiah menguat (stabil) maka pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara akan naik.
5. Suku Bunga SBI (X1) dan Giro Wajib Minimum (X2) berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara (Y2). Hal ini terlihat dari koefisien masing-masing -0,26 dan -0,95. Artinya, apabila suku bunga SBI naik maka pertumbuhan ekonomi turun dan apabila Giro Wajib Minimum naik maka pertumbuhan ekonomi turun.
6. Ukuran Goodness of Fit (R2) pengaruh suku bunga SBI (X1), GWM (X2) dan nilai tukar rupiah (Y1) terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara (Y2) adalah sebesar 0,249 atau R2 = 24,9 %. Artinya, variabel suku bunga SBI (X1), Giro Wajib Minimum (X2) dan nilai tukar rupiah (Y1) mampu memberikan penjelasan variasi terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara (Y2) sebesar 24,9%.

KESIMPULAN
1. Melalui hasil pengujian analisi jalur, suku bunga SBI berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai tukar rupiah. Dan koefisiennnya menunjukkan sebesar 0,74. ini berarti bahwa suku bunga SBI cukup besar mempengaruhi nilai tukar Rupiah, yaitu sebesar 47 %.
2. Giro Wajib Minimum berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai tukar Rupiah. koefisiennya sebesar 0,81. ini berarti Giro Wajib Minimum sangat besar nilai tukar Rupiah sebesar 81 %.
3. Nilai tukar Rupiah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. Koefisiennya sebesar 0,982. Berarti nilai tukar Rupiah sangat besar mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu sebesar 98,2 %.
4. Pengaruh suku bunga SBI melalui nilai tukar Rupiah (interverning variable) terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara adalah negatif dan signifikan, koefisiennya adalah -0,49. Sedangkan Giro Wajib Minimum melalui nilai tukar adalah negatif dan signifikan, koefisiennya adalah -1,14.
5. Hasil pengolahan data ”Intervensi BI dalam menstabilkan nilai tukar Rupiah terhadap pertumbuhan ekonomi ”Sumatera Utara” melalui Analisis Jalur (AMOS) sesuai (sama) dengan hasil pegolahan data melalui Analisis Regresi Linier (SPSS).
6. Sejak krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997, Bank Indonesia telah mengambil langkah kebijakan mengubah sistem nilai tukar mengambang terkendali menjadi mengambang bebas. Hal ini berarti bahwa pihak Bank Indonesia hanya melakukan intervensi secara tidak langsung dalam menstabilkan nilai tukar rupiah, yaitu melalui kebijakan moneter (operasi pasar terbuka, penetapan tingkat diskonto, giro wajib minimum dan imbauan moral).
7. Suku bunga SBI dan Giro Wajib Minimum cukup efektif sebagai instrumen kebijakan moneter yang dijalankan oleh Bank Indonesia dalam menstabilkan nilai tukar rupiah, sehingga jumlah uang yang beredar dapat terkendali serta nilai tukar rupiah relatif stabil.
8. Penetapan suku bunga SBI dan Giro Wajib Minimum yang terlalu tinggi ditetapkan Bank Indonesia akan mengakibatkan suku bunga pinjaman pada bank-bank umum juga tinggi. Hal ini akan mengurangi iklim intervensi dan loanable funds yang diberikan kepada masyarakat. Namun, disisi lain akan menakikkan suku bunga tabungan sehingga jumlah uang beredar di masyarakat terlalu banyak, maka dapat mengakibatkan nilai tukar rupiah menurun dan cenderung terjadinya spekulasi sehingga nilai tukar rupiah menjadi tidak stabil.
9. Kestabilan nilai tukar rupiah juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hal ini dapat dilihat pada krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997, bahwa melemahnya nilai tukar rupiah telah menyebabkan mempengaruhi keadaan moneter dalam negeri serta menganggu seluruh aktivitas perekonomian Indonesia. Krisis nilai tukar rupiah telah menyebabkan harga barang-barang dan jasa meningkat secara tajam, laju inflasi yang tinggi, fungsi sektor perbankan sebagai intermediary financial terganggu, sektor produksi terhambat sehingga jumlah pengangguran meningkat, yang pada akhirnya menyebabkan pertumbuhan ekonomi nasional mengalami penurunan.


SARAN
1. Bank Indonesia perlu melakukan evaluasi secara berkala terhadap intervensi dalam menstabilkan nilai tukar rupiah yang selama ini dilakukan. Hal ini bertujuan agar Bank Indonesia dapat melihat sendiri apakah intervensi yang selama ini dilakukan cukup efektif dan efisien atau sebaliknya. Dan apabila dirasakan ada instrumen lain yang lebih tepat digunakan dalam menstabilkan nilai tukar rupiah, maka instrumen tersebut dapat diimplementasikan.
2. Penetapan suku bunga SBI dan Giro Wajib Minimum sebaiknya tidak perlu terlalu tinggi. Meskipun suku bunga SBI dan Giro Wajib Minimum yang tinggi dapat mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat namun akan mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat, namun akan mengurangi jumlah pinjaman kepada masyarakat khususnya investor (sektor usaha) di dalam negeri. Hal ini akan menuntungkan pihak luar negeri. Pada akhirnya beban utang luar negeri akan bertambah dan investasi dalam negeri akan sulit berkembang dan sulitnya penciptaan lapangan pekerjaan serta pertumbuhan ekonomi akan berjalan dengan lambat.
3. Salah satu cara dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara adalah dengan menggali dan mengelola secara tepat sektor potensial atau leading sector propinsi Sumatera Utara, yaitu sektor pertanian (sub-sektor perkebunan yaitu kelapa sawit) yang dapat dijadikan sebagai kekuatan eskpor. Sehingga akan meningkatkan permintaan daerah/negara lain di luar Sumatera Utara terhadap produk sektor unggulan tersebut serta lebih memajukan pertumbuhan sektor tersebut dan dapat membantu pertumbuhan sektor-sektor lainnya di dalam pembentukan PDRB Sumatera Utara.
4. Kepada para peneliti lanjutan dapat membuat penelitian dengan membandingkan intervensi Bank Indonesia dalam menstabilkan nilai tukar rupiah dengan Intervensi Bank Indonesia lainnya. Di dalam penelitian ini hanya meneliti suku bunga SBI dan Giro Wajib Minimum sebagai intervensi Bank Indonesia dalam menstabilkan rupiah. Untuk itu, diharapkan kepada peneliti-peneliti selanjutnya agar dapat meneliti instrumen lain sebagai intervensi Bank Indonesia dalam menstabilkan nilai tukar rupiah, seperti penetapan diskonto, imbauan moral dan instrumen-instrumen lainnya. Sehingga menjadi masukan bagi Bank Indonesia dan masyarakat umum mengenai intervensi yang lebih cepat dalam menstabilkan nilai tukar rupiah.
DAFTAR PUSTAKA

Ascarya, Instrumen-Instrumen Moneter : Seri Kebanksentralan No. 3, PPSK Bank Indonesia, Jakarta, 2002.
Bakara Devianty, Analisis Pengaruh Intervensi BI, Dalam Menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap pertumbuhan ekonomi Sumtara Utara Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Medan (2005) (Tidak dipublikasikan).
Bank Sentral Republik Indonesia,Tinjauan Kelembagaan, Kebijakan dan Organisasi, Edisi 1, Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia, Jakartam 2003.
Boediono, Ekonomi Moneter, BPFE Yogyakarta, 1990.
Gujarati, Damodar, Ekonometrika Dasar, Penerbit PT. Erlangga, Jakarta, 1995
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi 6, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002
Nopirirn, Enonomi Moneter Buku II, BPFE Yogyakarta, 1987
Tambunan, Tulus, Krisis Ekonomi dan Masa Depan Reformasi, LPEE, UI, Jakarta, 1998.